Bangga Bisa Membuat Nama Indonesia Harum Di Mata Dunia
Wanita bernama lengkap Shinta Widjaja Kamdani ini memiliki segudang pengalaman hebat. Sebagai Pemilik dan Chief Executive Officer (CEO) Sintesa Group, Shinta bertanggung jawab atas Manajemen dan Perluasan kepentingan bisnis Sintesa Group di Indonesia.
Lahir di Jakarta pada tahun 1967, Shinta merupakan anak sulung dari 2 bersaudara yang lahir dari pasangan Johnny Widjaja dan Martina Widjaja. Shinta sendiri dikaruniai 4 orang anak hasil pernikahan dengan Irwan Kamdani. Shinta mengenyam pendidikan di Barnard College of Columbia University New York pada tahun 1989 dan Harvard Business School Executive Education, Boston, Massachusetts, USA pada tahun 2002.
Sebagai bagian dari pencapaiannya, Shinta dinobatkan sebagai Fortune Indonesia’s 20 Most Powerful Women 2022, The Asia Corporate Excellence & Sustainability (ACES) Woman Entrepreneur of The Year 2019, FORBES Asia’s 50 Powerful Businesswomen (2012, 2013 & 2016), Business Indonesia Award’s 30 CEO Terbaik 2015, dan banyak lagi. Pada tahun 2017, atas keterlibatannya dalam meningkatkan hubungan ekonomi Shinta juga memperoleh penghargaan dari Raja Swedia dan Belgia sebagai the Commander of the Polar Star by the King Carl XVI Gustaf of Sweden and the Commander of the Order of Leopold of Belgium.
Kini Shinta terpilih sebagai Ketua B20 Indonesia pada masa Presidensi G20 Indonesia dan siap membawa bisnis Indonesia ke ranah global dalam iklim yang semakin dinamis ini.
Mari kita simak pembicaraan diaspora Indonesia Ivan Paulus (Livingstone Australia) bersama Shinta Widjaja Kamdani.
Dari pengalaman sebagai Ketua B20 Indonesia, apa yang Ibu Shinta lihat menjadi aspirasi dan keinginan dari sektor privat Indonesia?
Kalau ditanya mengenai sektor privat Indonesia atau bisnis Indonesia tentu saja awalnya tidak banyak bisnis Indonesia yang tahu mengenai B20, karena B20 itu sifatnya multilateral platform dari G20. Jadi B20 adalah business engagement group dari G20 yang setiap tahun diadakan. B20 sendiri pertama kali diadakan di Seoul pada 2010, dan setelah itu di rotasi ke semua negara-negara anggota G20.
Dengan presidency Indonesia kali ini, Pemerintah Indonesia mau melibatkan partisipasi semua unsur elemen masyarakat dalam pelaksanaan G20 dan B20. Oleh karena itu partisipasi dari pelaku usaha di Indonesia juga sangat signifikan untuk mensukseskan dan mendorong kesuksesan Indonesia sebagai tuan rumah.
Kalau ditanya mengenai faktor suksesnya, secara formal tentunya kita harus menyiapkan policy recommendation yang akan disampaikan ke para leaders.
Tapi di lain hal, Indonesia mau mengambil momentum sebagai tuan rumah ini untuk mempromosikan Indonesia kepada dunia, terutama di bidang investasi, perdagangan dan pariwisata. Jadi ini benar-benar kesempatan yang diambil Indonesia sebagai tuan rumah untuk bisa meningkatkan visibilitas Indonesia di mata dunia.
Apa yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia sejauh ini untuk memproyeksikan objektif tersebut kepada dunia?
Setelah serah terima dari Italia pada tahun lalu, Indonesia efektif menjadi tuan rumah sejak Januari lalu. Untuk B20 kita mulai dengan mengadakan inception meeting dan dari sana telah melahirkan 6 Task Forces dan 1 Action Council. Task Forces tersebut meliputi sektor Digitalization, Energy Sustainability and Climate, Trade and Investment, Future of Work and Education, Integrity and Compliance, Finance and Infrastucture, and Women in Business Action Council.
Selain itu kita juga banyak melakukan side event yang berhubungan dengan topik-topik sesuai tema dari B20 yaitu Collaborative, Innovative dan Inclusive Growth dengan tiga fasilitas utama di bidang health care, digitalitation dan energy transition. Side event ini banyak dilakukan di seluruh Indonesia, baik offline maupun online, dan bekerja sama dengan banyak elemen masyarakat. Kita juga banyak melakukan road show di banyak negara seperti Australia, Amerika dan Eropa.
Kalau ditanya mengenai apa yang sudah dilakukan dari sisi promosi, kita juga sudah menyiapkan pipeline proyek-proyek bersama Kementrian Investasi sehingga pada saat kita melakukan road show dan sosialisasi kita juga sudah membawa proyek-proyek tersebut.
Where do you see the future of businesses, work and education as a result of global business/economic challenges post pandemic?
Kalau saya melihat pandemik Covid-19 ini telah merubah paradigma kehidupan kita, jadi jelas cara kita bekerja telah berubah dari yang sebelum-sebelumnya. Dari sinilah kita juga banyak belajar betapa pentingnya proses digitalisasi, karena post pandemic is the world of digitalization. Jadi ini menjadi salah satu yang sangat penting yang harus kita belajar bahwa keterbatasan kita dari sisi akses infrastruktur digital di Indonesia masih perlu ditingkatkan.
Selama pandemik kita juga banyak belajar bahwa selain Work from Home (WFH), sektor pendidikan juga menjadi salah satu faktor yang penting. Waktu itu anak-anak tidak bisa ke sekolah secara fisik dan semuanya harus dilakukan dengan online. Saya juga melihat bahwa jenis pendidikan dan kurikulum itu juga harus di adjust, karena kalau pendidikan harus dilakukan dengan online, semua ini harus menjadi bahan pertimbangan juga.
Dari segi bekerja, terutama di sektor-sektor padat karya kita sudah masuk ke dunia automation. Dengan adanya robotik dan AI ini, penggunaan tenaga kerja juga akan berkurang dan jenis pekerjaan yang dibutuhkan juga akan berubah. Ini semua butuh perhatian. Selama ini Indonesia memiliki bonus demografik yang cukup besar, tapi jangan sampai kita tidak mempersiapkan link and match yang memadai untuk masa depan.
Satu hal penting lain yang kita harus belajar selama pandemik adalah di bidang health care. Selama pandemik bidang health care tiba-tiba saja menjadi primadona karena perhatian terhadap safety dan health masih sangat kurang. Disini saya lihat bahwa inovasi di bidang health care menjadi sangat penting dan menarik. Dan Indonesia sebagai negara yang mempunyai potensi sangat besar, harus bisa memikirkan bagaimana kita bisa mengambil peluang-peluang yang ada.
Dan bagaimana G20 leaders dan business communities dapat membantu?
Saya rasa Indonesia sebagai tuan rumah mencoba untuk memposisikan bahwa persiapan pemulihan ekonomi ini tidak bisa dilakukan masing-masing sendiri, jadi harus semua elemen termasuk pemerintah, bisnis maupun masyarakat sipil. Ini semua harus bersama-sama, and not only one country. Kita tidak ngomongin lagi develop countries, kita harus pikirkan developing countries. Kita harus memikirkan the least develop countries yang tidak punya akses yang sama. Jadi perubahan yang kita buat itu harus just dan affordable, ini semua menjadi perhatian bahwa how can we have a fair treatment equal access to everyone.
Dalam G20 dan B20 kali ini kita juga memerhatikan developing countries, karena selama ini agenda-agenda didominasi oleh develop countries. Ini yang kita perlu semua pemerintah negara untuk melihat bahwa we need fair treatment to everyone. Untuk itu, masukan dari bisnis juga harus didengar.
Bisnis pun tidak bisa jalan sendiri-sendiri, jadi antar negara dan antar bisnis perlu partnership dan collaborative effort untuk bisa pulih dari masa pandemik dan memulihkan ekonomi dunia.
Apa yang menjadi motivasi terbesar Ibu Shinta to step up and become the leader that you are?
Mungkin karena saya tumbuh dari keluarga bisnis. Waktu awal tentu saja saya memikirkan mengenai bisnis keluarga, bagaimana bisnis kita bisa sustainable dari generasi ke generasi. Saya sendiri dari generasi ketiga, jadi saya harus memastikan keberlanjutan bisnis ini terus ada dan tidak berhenti.
Kemudian saya berpikir bahwa kita tidak bisa hanya memikirkan bisnis kita. Saat itulah saya mulai terlibat dalam organisasi bisnis seperi KADIN, dimana kita tidak hanya mengeluarkan suara untuk kepentingan bisnis sendiri, tapi juga untuk bisnis-bisnis lainnya. Saya mulainya dari situ.
Dari segi sosial saya juga banyak terlibat di banyak kegiatan sosial, aspek seperti sustainability, entrepreneurship, women empowerment. Ini merupakan isu-isu yang banyak saya kampanyekan, karena saya merasa bahwa Indonesia tidak boleh tertinggal dalam isu-isu seperti ini. Jadi banyak hal-hal yang perlu keterlibatan dan untuk bisa dimajukan sebagai isu-isu yang ada
di Indonesia. Jadi kalau kita bicara soal women empowerment atau gender equality kita tidak tertinggal. Kita mau memberdayakan perempuan-perempuan Indonesia menjadi pelaku-pelaku bisnis.
Disini saya melihat bawa peran saya sekarang adalah ingin melakukan sesuatu beyond myself. Bagaimana saya sekarang bisa menjadi mobiliser, how I can champion more things tanpa memikirkan kepentingan saya sendiri.
Legacy seperti apa yang Ibu Shinta mau tinggalkan?
Saya tidak mau terlalu muluk-muluk, saya melihat negara seperti Indonesia dengan potensi yang begitu besar dan kekayaan alamnya yang luar biasa serta orang-orangnya yang begitu diverse, saya punya cita-cita ingin menjadikan Indonesia menjadi suatu negara yang bisa masuk menjadi 5 besar dunia pada tahun 2045. Saya rasa ini merupakan cita-cita bersama termasuk saya secara individu.
Mungkin dalam lingkungan saya sendiri, jelas buat saya yang nomor satu adalah human capital development. Saya punya kepentingan dan berharap agar Indonesia bisa memiliki sumber daya manusia yang siap dengan skills yang memadai. Ini membutuhkan satu effort yang luar biasa dari pendidikan dan pelatihan, sehingga kesenjangan yang ada sekarang ini bisa teratasi. Saya melihat kesenjangan ini masih ada terutama dalam hal pendidikan dan untuk masuk ke dunia kerja. Menurut saya ini satu hal yang harus menjadi perhatian yang penting.
Baru-baru ini kita melihat Ibu masuk feature di Fortune magazine sebagai salah satu most powerful woman in 2022, bagaimana pendapat Ibu?
Saya selalu bersyukur untuk mendapat penghargaan seperti itu, tapi menurut saya masih banyak perempuan-perempuan yang jauh lebih hebat dari saya.
Saya selalu melihat, terutama yang berhubungan dengan dunia internasional, saya bangga untuk bisa membawa nama Indonesia. Itu buat saya yang paling penting. Kebetulan saya triple minority, saya seorang perempuan, non muslim dan seorang keturunan. Kadang-kadang mereka ingin melihat, bisa gak sih perempuan seperti saya bisa punya kesempatan. Disini saya bisa menunjukkan bahwa kita bisa, dan bukan saja hanya di Indonesia tapi juga di dunia.
Jadi bagian dari banyak penghargaan tersebut membuat saya bisa menunjukkan bahwa perempuan Indonesia itu mampu dan bisa dipandang. Penghargaan ini bukan saja untuk saya, tapi juga untuk semua perempuan Indonesia.
Bagaimana cara untuk mengajarkan anak-anak dalam segi bisnis selagi mereka muda agar mereka bisa hidup sukses di kemudian hari?
Saya punya family values yang saya juga ajarkan ke anak-anak saya. Pertama, adalah kita harus ingat asal muasal kita. Kita tidak boleh lupa bahwa Indonesia itu negara kita dan apa yang sudah kita dapatkan dari Indonesia. Jadi jiwa nasionalis kita harus ada.
Kedua, kita harus belajar bahwa hidup ini up and down. Kita bersyukur bisa dapat blessing untuk bisa hidup berkecukupan, but this can be taken away from you anytime. Jadi harus selalu ingat untuk terus berpijak di tanah and tahu bahwa naik itu enak dan turun itu sakit. Kita juga tidak bisa bergantung dari materi-materi yang kita miliki.
Ketiga, whatever we do, kita harus bekerja keras. Nothing can come for free. Kita harus bisa untuk selalu bekerja keras mendapatkan apa yang kita inginkan.
Keempat, kita tidak bisa melupakan komunitas di sekeliling kita. Anak-anak saya sudah belajar mendapatkan pendidikan yang baik, tapi dari kecil mereka juga sudah belajar hidup sosial. Harus peduli terhadap lingkungannya, apapun area sosial yang mereka berada. Harus sadar bahwa mereka tidak hidup sendiri.
Banyak diaspora Indonesia yang tinggal di Australia – apakah ada pesan khusus untuk mereka?
Saya selalu mengharapakan agar diaspora Indonesia di luar negeri untuk mendukung perkembangan Indonesia. Mereka adalah the best ambassador we can ever have.
Tolong jangan lupakan Indonesia dan juga bantu negara kita with whatever capacity you have. Kita butuh para diaspora menjadi ujung tombak mewakili kita di luar negeri, dimana kita bisa sama-sama menjadikan Indonesia menjadi negara besar seperti yang kita cita-citakan. [IM]